Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebagai National Focal Point (NFP) UNFCCC, memimpin Delegasi Republik Indonesia (DELRI) dalam pertemuan Subsidiary Body (SB) ke-60 Konvensi Perubahan Iklim di Bonn, Jerman, dari 3 hingga 14 Juni 2024. Pertemuan ini membahas agenda SBSTA dan SBI ke-60, transisi CDM, serta berbagai acara mandated dan side event.
“Agenda penting dalam pertemuan ini termasuk SBSTA 60 yang membahas operasionalisasi perdagangan karbon di Indonesia, khususnya terkait Article 6 Paris Agreement. Ini mencakup acara mandated yang mengusulkan program kerja Non Market Approach untuk negara-negara anggota Paris Agreement dan side event terkait keputusan CMA 3 dan 4 mengenai pelaksanaan Article 6, termasuk metodologi, otorisasi, corresponding adjustment, dan pelaporannya,” jelas Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Mamat Rahmat, pada Sabtu (22/6/2024).
Pertemuan ini menghasilkan draft conclusion yang akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan COP 29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, pada awal November mendatang. Dalam draft tersebut, ditegaskan bahwa transfer unit karbon kepada mitra kerja sama luar negeri, baik untuk NDC maupun other international mitigation purposes (OIMP) seperti CORSIA dan labelling, harus melalui otorisasi dari negara asal atau host country.
“Dalam hal ini, setiap negara pihak harus membuat peta jalan capaian NDC tahunan untuk memonitor pencapaian NDC tahunan mereka. Sementara itu, disepakati bahwa pembahasan detail metodologi untuk corresponding adjustment baru akan dilakukan pada COP 30 tahun 2025,” kata Mamat.
Artikel 6.2 yang membahas kerja sama antarnegara belum berhasil menyepakati format laporan elektronik sebagai basis penyusunan laporan. Namun, pelaksanaan kerja sama di bawah Artikel 6.2 tetap dapat dilaksanakan tanpa menunggu kesepakatan format laporan tersebut.
“Pada isu mekanisme kerja sama luar negeri untuk membantu kontribusi NDC host country tanpa transfer unit karbon ke mitra kerja sama luar negeri (non pasar) atau Artikel 6 ayat 8 Paris Agreement, hasil pembahasan merujuk pada Keputusan 4 CMA 3 dan Keputusan 8 CMA 4 yang mengatur peran NFP A6.8. NFP dapat mengidentifikasi implementasi di negaranya dan melaporkannya kepada UNFCCC melalui Non Market Web Based Platform,” lanjutnya.
Agenda ini juga membahas tema program kerja tahun 2024, yang akan diidentifikasi di tingkat negara anggota Paris Agreement. Indonesia mendorong peran para pihak dalam kontribusi NDC melalui kerja sama luar negeri tanpa transfer unit karbon, khususnya pada kegiatan berbasis lahan, termasuk pertanian dan kehutanan. Tema program kerja 2024 yang disepakati berkaitan dengan sumber daya alam.
“Di sela-sela pertemuan SBs60, Verra bekerja sama dengan Sekretariat Perubahan Iklim Singapura dan Gold Standard mengadakan side event mengenai voluntary market dalam pelaksanaan Artikel 6 PA. Dalam paparan mereka, Verra menyatakan bahwa sebagai pemilik program voluntary carbon market, mereka berupaya mewujudkan integritas lingkungan sesuai dengan keputusan CMA 3 dan 4. Kerja sama antara swasta nasional dan internasional, baik untuk NDC maupun tujuan lain seperti dekarbonisasi dan net zero emisi perusahaan luar negeri, memerlukan otorisasi dari host country,” paparnya.
“Verra juga menekankan bahwa corresponding adjustment oleh host country dilakukan untuk menghindari double counting dan agar catatannya dalam registry seimbang, kecuali untuk tujuan labelling perusahaan luar negeri yang diusulkan memerlukan corresponding adjustment oleh host country,” tambahnya.
“Pembahasan mengenai Artikel 6 PA pada pertemuan SBs60 di Bonn menghasilkan draft conclusion serta beberapa isu yang akan dibahas dan dinegosiasikan lebih lanjut pada pertemuan SBs ke-61 yang akan diadakan bersamaan dengan pertemuan COP 29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, pada November 2024,” pungkasnya.
Sumber: KLHK, https://news.detik.com/berita/d-7402914/perdagangan-karbon-luar-negeri-harus-dengan-otorisasi