Root Cause Analysis – Metode 5 Why untuk Menjaga Mutu lewat Perubahan yang Terukur dan Berulang

Setiap organisasi punya pola berulang: keterlambatan pengiriman, retur yang meningkat, komplain pelanggan yang mirip dari bulan ke bulan. Api dipadamkan, suasana reda, lalu pekan berikutnya bara yang sama menyala lagi. Root Cause Analysis terutama dengan pendekatan 5 Why hadir bukan untuk mencari kambing hitam, melainkan menelusuri rantai sebab yang paling dasar. Ia meminta kita berhenti menyapu gejala di permukaan dan mulai membongkar desain proses yaitu aturan, kapasitas, jadwal, serta kompetensi yang menopang pekerjaan sehari-hari.

Metodenya terlihat sederhana, bertanya “mengapa?” secara berurutan sampai kita tiba pada penyebab yang, bila diperbaiki, membuat masalah berhenti muncul. Kesederhanaan itu justru menuntut disiplin. Setiap “mengapa” harus bertumpu pada bukti bahwa setiap jawaban harus benar-benar menjadi sebab langsung dari pernyataan sebelumnya, bukan lompatan logika yang nyaman didengar. Di lapangan, godaan untuk menuduh “operator kurang teliti” selalu besar. Namun begitu kita menahan vonis dan mulai menelusuri data, sering kali arah jarum kompas berpindah: bukan orangnya yang bermasalah, melainkan mekanisme kerjanya.

Sumber gambar: https://www.qualitygurus.com/5-whys-tool-common-mistakes-while-using/

Ambil satu contoh yang akrab di pabrik furnitur. Pada akhir bulan, tingkat penolakan kualitas melonjak. Retak pada finishing muncul di sejumlah kursi. Pemeriksaan cepat menunjukkan kadar air kayu melampaui ambang; ternyata waktu pengeringan dipangkas demi mengejar pesanan mendesak. Kenapa itu bisa terjadi? Karena oven dipakai bergantian tanpa jadwal induk, tanpa aturan prioritas yang jelas antar-lini. Pada titik ini, 5 Why mengarahkan perbaikan ke inti persoalan: menyusun master production schedule, memasang gerbang pemeriksaan kadar air sebelum finishing, dan menyiapkan skenario kapasitas saat puncak. Teguran kepada operator mungkin menenangkan, tetapi yang menyelesaikan adalah perubahan pada sistem.

Pendekatan ini bukan hanya meningkatkan mutu dan efisiensi; ia juga menjadi jantung dari berbagai sertifikasi manajemen mulai ISO 9001 (mutu), ISO 14001 (lingkungan), sampai ISO 45001 (K3). Standar-standar tersebut menuntut organisasi menangani ketidaksesuaian secara sistematis: mengidentifikasi akar sebab, menetapkan tindakan korektif, memastikan pencegahan, dan memeriksa efektivitas. Auditor tidak mencari daftar panjang alasan; mereka mencari jejak bukti bahwa organisasi paham mengapa masalah terjadi, bagaimana perbaikannya dirancang, di mana perubahan itu “dikunci” (SOP, instruksi kerja, persyaratan pemasok), dan apakah hasilnya benar-benar terlihat pada indikator.

Di ISO 9001, misalnya, penekanan pada risk-based thinking membuat 5 Why relevan sejak hulu. Ketika keluhan pelanggan muncul atau inspeksi menemukan cacat, analisis akar sebab membantu memastikan tindakan tidak berhenti pada rework atau sorting. Ia memaksa perubahan yang menyentuh kontrol proses, pelatihan, hingga desain spesifikasi. Dalam ISO 14001, pendekatan serupa dipakai untuk kejadian lingkungan: tumpahan bahan kimia, limbah yang tak sesuai baku mutu, atau temuan signifikan pada aspek lingkungan. Akar sebab yang terdokumentasi rapi memperjelas apakah masalah terjadi karena prosedur yang timpang, peralatan yang tidak memenuhi syarat, atau pengendalian yang tak dijalankan. Sementara di ISO 45001, 5 Why menjadi cara berdisiplin untuk menelusuri kecelakaan dan near-miss: bukan sekadar “kelalaian pekerja”, melainkan apa yang dihilangkan dari hirarki pengendalian risiko, apakah rekayasa teknisnya, prosedurnya, atau pengawasan yang semestinya mencegah kejadian.

Keterkaitan 5 Why dengan siklus PDCA juga penting. Analisis akar sebab yang matang berada di fase “Check” menafsirkan data temuan dan mengalir ke “Act” dalam bentuk koreksi yang mengubah cara kerja. Di sinilah organisasi sering gagal: akar sebab sudah disebut di notulen rapat, tetapi tidak diikuti perubahan dokumen, pelatihan, atau pengaturan kapasitas. Auditor peka terhadap celah ini. Mereka akan bertanya: siapa penanggung jawabnya, kapan jatuh temponya, indikator keberhasilannya apa, dan di mana buktinya. Tanpa itu, “akar sebab” tinggal menjadi frasa yang rapi di kertas.

Dalam rantai pasok berisiko, kayu, misalnya, RCA menyatu dengan due diligence. Ketika dokumen asal-usul diragukan atau koordinat lokasi panen tidak konsisten, 5 Why membantu menggeser fokus dari kesalahan individu ke rancangan alur: apakah bukti geolokasi wajib sejak awal, apakah ada gerbang pemeriksaan sebelum transaksi naik ke tingkat berikutnya, apakah pemasok paham standar minimum, dan apakah sistem pencatatan memaksa konsistensi. Jawaban yang jernih menghasilkan tindakan yang terarah: formulir diperbarui, pelatihan difokuskan, integrasi data dipertegas, dan klausul verifikasi diperkuat dalam kontrak. Ini semua adalah bahan bakar yang dicari auditor ketika menilai efektivitas sistem.

Pertanyaan yang sering muncul, bukankah bertanya “mengapa” berulang bisa terasa menyudutkan? Kuncinya pada bahasa dan sikap. 5 Why bukan interogasi, ini dialog berbasis bukti. Kalimatnya tidak menuding, melainkan mengamati, bukan “mengapa kamu gagal?”, melainkan “mengapa proses ini menghasilkan cacat?”. Fokus pada sistem menjaga kepercayaan, membuka ruang kontribusi lintas fungsi, operator menyumbang detail lapangan, teknisi membaca kapasitas, pembelian menafsir spesifikasi, dan manajemen menata prioritas. Kultur seperti ini yang perlahan menutup lubang-lubang kecil yang selama ini kita lompati.

Tentu ada jebakan. Lompatan logika yang menghubungkan sebab dan akibat secara lemah, kesimpulan kabur seperti “kurang disiplin” yang tak memberi pegangan desain ulang, keputusan tanpa bukti, atau perbaikan yang tidak “dikunci” di dokumen dan kebiasaan kerja. Semuanya membuat RCA tampak berjalan, padahal tidak bergerak. Organisasi yang berhasil biasanya menunjukkan pola sebaliknya: definisi masalahnya terukur, rantai sebabnya konsisten, buktinya rapi, tindakannya jelas, dan hasilnya terlihat pada data. Ketika auditor datang, mereka tidak hanya menemukan jawaban, tetapi menemukan perubahan.

Pada akhirnya, 5 Why adalah cara berpikir yang menolak berhenti di gejala. Ia menuntut ketenangan, ketelitian, dan keberanian mengubah mekanisme kerja. Di luar manfaat operasional, cacat menurun, biaya garansi menyusut, lead time stabil pendekatan ini adalah bahasa bersama dengan dunia sertifikasi. Ia menjembatani niat baik dan bukti, menyatukan rapat evaluasi dengan ruang produksi, menghubungkan komitmen kebijakan dengan perilaku sehari-hari. Dan jika boleh menyelipkan humor tipis: bila setiap masalah berakhir pada “operator kurang teliti”, mungkin yang paling perlu diperbaiki adalah kebiasaan kita menjawab.

Wangoon Multi Solusi
Menatap masa depan dengan percaya diri – karena sistemnya bekerja, dan buktinya ada.

Tag Berita

Share berita ini di kanal anda melalui:

WhatsApp
Email
Facebook
X

Artikel terkait

Penelitian, Survei, Kajian, pendampingan sertifikasi (SVLK, FSC, PEFC, ISPO, ISO), Komunikasi Multimedia, Teknologi Informasi dan Penyelenggara Acara