Collatz conjecture; Refleksi Keesaan Tuhan

Pandangan bahwa logika dan matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan untuk menciptakan dan mengatur alam semesta mencerminkan keyakinan bahwa alam semesta memiliki keteraturan dan struktur yang bisa dipahami melalui akal manusia.

Melalui matematika dan logika, manusia tidak hanya dapat memahami alam semesta secara ilmiah tetapi juga lebih dekat dengan memahami kebesaran dan kebijaksanaan Sang Pencipta.

Matematika sebagai Bahasa Tuhan

Dalam berbagai tradisi teologis dan filosofis, ada pandangan yang menganggap logika dan matematika sebagai bahasa yang digunakan oleh Tuhan untuk menciptakan dan mengatur alam semesta. Plato, misalnya, menganggap bahwa dunia ini memiliki struktur yang matematis. Dalam karyanya “Timaeus,” Plato menggambarkan alam semesta sebagai hasil karya seorang demiurge (pencipta) yang menggunakan prinsip-prinsip matematika untuk menciptakan keteraturan dari kekacauan.

Ibn Sina (Avicenna), seorang polymath Muslim abad ke-10, juga berpendapat bahwa ada hubungan erat antara matematika dan ketuhanan. Dalam karyanya, ia menunjukkan bahwa memahami prinsip-prinsip matematika adalah cara untuk lebih mendekati pengetahuan tentang Allah SWT dan ciptaan-Nya.

Teori Pendugaan Collatz

Collatz conjecture adalah sebuah dugaan dalam matematika yang berkaitan dengan urutan bilangan bulat. Dugaan ini dinamai dari Lothar Collatz, seorang matematikawan Jerman yang pertama kali mengajukannya pada tahun 1937. Collatz conjecture juga dikenal dengan nama “3n + 1 conjecture” atau “Ulam conjecture.”

Conjecture ini dimulai dengan memilih sembarang bilangan bulat positif n.

  • Jika n adalah bilangan genap, bagi n dengan 2.
  • Jika n adalah bilangan ganjil, kalikan n dengan 3 lalu tambahkan 1.

Contoh:

  • Mulai dengan n = 6
    • 6 adalah genap, jadi 6 dibagi 2 menjadi 3.
    • 3 adalah ganjil, jadi 3 dikali 3 tambah 1 menjadi 10.
    • 10 adalah genap, jadi 10 dibagi 2 menjadi 5.
    • 5 adalah ganjil, jadi 5 dikali 3 tambah 1 menjadi 16.
    • 16 adalah genap, jadi 16 dibagi 2 menjadi 8.
    • 8 adalah genap, jadi 8 dibagi 2 menjadi 4.
    • 4 adalah genap, jadi 4 dibagi 2 menjadi 2.
    • 2 adalah genap, jadi 2 dibagi 2 menjadi 1.

Dugaan Collatz menyatakan bahwa, tidak peduli bilangan awal n yang dipilih, urutan ini pada akhirnya akan mencapai bilangan 1.

Refleksi Keesaan Tuhan

Collatz conjecture, dengan misterinya yang belum terpecahkan, mengingatkan kita akan keterbatasan pengetahuan manusia dan adanya hal-hal yang di luar jangkauan kita.

Menariknya, semua bilangan dalam Collatz conjecture akhirnya menuju 1, tanpa memandang dari mana angka dimulai. Apakah ini adalah metafora untuk konsep keesaan Tuhan, di mana segala sesuatu akhirnya kembali kepada-Nya?

Bisa jadi, ini sebagai pengingat bahwa ada banyak aspek dari penciptaan Tuhan yang tidak sepenuhnya bisa dipahami oleh manusia. Hal ini mengajarkan kita untuk memiliki iman dan tawakal (berserah diri) dalam menghadapi ketidakpastian.

Dalam Islam, prinsip “pada akhirnya kembali ke 1” tercermin dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya (Inna lillahi wa inna ilayhi raji’un).

Collatz conjecture bukan hanya masalah matematika yang menantang, tetapi juga bisa menjadi refleksi filosofis dan teologis tentang keterbatasan pengetahuan manusia dan kebesaran Sang Pencipta.

(Penulis: Darusman)

Tag Berita

Share berita ini di kanal anda melalui:

WhatsApp
Email
Facebook
X

Artikel terkait