Uni Eropa akhirnya merespons kegelisahan banyak pihak. Regulasi Deforestasi Uni Eropa (EUDR), yang semula dianggap terlalu rumit dan membebani, kini mendapat sentuhan baru: penyederhanaan. Lewat siaran pers pada 15 April 2025, Komisi Eropa mengumumkan serangkaian langkah untuk memangkas birokrasi tanpa melonggarkan misi utamanya: memastikan produk di pasar Eropa bebas dari jejak deforestasi.
Aturan yang akan berlaku penuh pada akhir 2025 ini sejatinya mengikat semua operator dan pedagang. Setiap furnitur, kopi, karet, atau produk kayu yang masuk ke pasar Eropa harus ditempeli due diligence statement (DDS), dokumen yang membuktikan asal-usul, legalitas, serta keterjaminan bahwa produk tersebut tidak berasal dari lahan yang terdeforestasi.
Indonesia, yang dikategorikan sebagai negara dengan risiko standar, tidak lolos dari kewajiban ini. Namun, langkah baru Komisi memberi napas lega bagi para eksportir, termasuk industri furnitur kayu jati yang jadi andalan.
Satu Informasi untuk Banyak Pengiriman
Dalam penyederhanaan ini, apabila pembeli di Uni Eropa merupakan perusahaan besar, maka diperbolehkan menggunakan kembali DDS yang sudah pernah diterbitkan. Bila produk yang sama, dari sumber yang sama, kembali dikirim ke pasar Eropa, mereka tak perlu membuat dokumen baru.
Bagi eksportir dari Indonesia, salah satunya untuk komoditas produk kayu, yang saban bulan mengirim furnitur lebih dari satu pembeli tetap di Eropa, langkah ini ibarat kabar baik. Alih-alih membuat DDS setiap kontainer, cukup satu DDS induk yang bisa dipakai berulang.
Tak Lagi Setiap Kontainer, Cukup Sekali Setahun
Penyederhanaan juga hadir dalam bentuk pengajuan tahunan. Jika semula setiap pengiriman harus diikuti dengan DDS baru, kini perusahaan boleh menyampaikan dokumen itu sekali dalam setahun. Syaratnya, rantai pasok tetap sama dan tidak ada perubahan pada asal-usul bahan baku.
Dengan cara ini, biaya administrasi yang selama ini menggunung bisa ditekan. Komisi Eropa bahkan memperkirakan ada efisiensi hingga 30 persen dari total beban dokumen yang harus disiapkan pelaku usaha.
Perwakilan di Eropa
Komisi EU juga membuka ruang bagi perusahaan untuk menunjuk perwakilan resmi (authorised representative) di Eropa. Mereka bisa mengurus DDS atas nama perusahaan induk maupun anggota dalam satu grup usaha.
Bagi eksportir dari luar Eropa, termasuk Indonesia, opsi ini penting. Dengan perwakilan lokal, urusan dokumen bisa lebih cepat, sesuai prosedur, dan terhubung langsung dengan sistem informasi Uni Eropa.
Kewajiban Hilir yang Lebih Ringan
Bagi perusahaan di hilir, seperti distributor atau pengecer, kewajiban pun dipangkas. Mereka kini cukup mengumpulkan nomor referensi DDS dari pemasok dan menggunakannya dalam sistem. Tak perlu lagi menyusun due diligence dari nol.
Langkah ini memberi kejelasan peran di sepanjang rantai pasok. Produsen tetap memikul tanggung jawab utama, sementara pelaku hilir cukup memastikan keterlacakan lewat nomor referensi.

Makna untuk Indonesia
Meski bukan negara low risk, posisi Indonesia sebagai standard risk country tetap memungkinkan untuk mengekspor asalkan semua persyaratan dipenuhi. Penyederhanaan yang diumumkan Komisi Eropa memberi peluang besar bagi eksportir furnitur dan produk kayu rakyat.
Kuncinya ada pada kedisiplinan, yaitu memastikan data geolokasi lahan jelas, volume kayu sesuai potensi riil, serta dokumen legalitas lengkap. Jika itu semua terpenuhi, mekanisme reuse DDS dan laporan tahunan bisa menjadi jalan untuk mengurangi beban birokrasi dan menjaga daya saing di pasar global.
Di ujung siaran persnya, Komisi Eropa menegaskan bahwa simplifikasi ini bukan kompromi terhadap tujuan. “Kami ingin mengurangi beban perusahaan, sembari menjaga aturan ini tetap tegas dalam menekan deforestasi,” kata Komisioner Jessika Roswall.
Bagi Indonesia, pesan itu jelas, rantai pasok kayu harus transparan. Tapi bila sudah siap, pasar Eropa tetap terbuka, dengan prosedur yang kini sedikit lebih bersahabat. (Adm)
Apabila anda membutuhkan konsultasi terkait EUDR, kami bisa membantu anda. Hubungi Wangoon Research and Consulting








