Aplikasi Temu, UMKM Indonesia bisa terancam

Temu merupakan platform belanja online yang dimiliki dan dioperasikan oleh PDD Holdings, sebuah perusahaan e-commerce asal China yang juga mengelola platform populer Pinduoduo. Temu berfokus pada menyediakan barang-barang dengan harga yang sangat kompetitif, sering kali menawarkan diskon besar dan promosi yang menarik pengguna.

Aplikasi ini telah berkembang pesat di berbagai pasar internasional, termasuk Amerika Serikat dan Eropa, dan dikenal sebagai pesaing utama bagi raksasa e-commerce seperti Amazon dan Alibaba​. Fitur utama Temu mencakup antarmuka pengguna yang ramah, berbagai kategori produk, serta model bisnis yang memungkinkan pengguna mendapatkan barang dengan harga lebih murah melalui sistem pembelian grup.

Namun, Temu juga telah menghadapi sejumlah kontroversi terkait praktik bisnisnya, termasuk tuduhan manipulasi konsumen dan penggunaan data pribadi secara tidak transparan​.

Kontroversi Seputar Aplikasi Temu dan Perkembangan Terkini di Berbagai Negara

Dikutip dari TheStar, Temu telah mendapatkan perhatian negatif di Malaysia. Kelompok konsumen menuduh Temu menggunakan “dark patterns” atau pola manipulatif dalam antarmuka mereka untuk memanipulasi perilaku pembelian pengguna. Hal ini telah memicu kekhawatiran tentang etika bisnis platform tersebut dan dampaknya terhadap konsumen lokal​.

Di Korea Selatan, Temu sedang diselidiki oleh Komisi Perlindungan Informasi Pribadi setempat atas tuduhan iklan palsu dan praktik tidak adil. Salah satu isu utama yang diangkat adalah bagaimana Temu dan AliExpress, platform lain milik Alibaba, mengumpulkan dan menggunakan data pribadi pengguna. Temu telah menghentikan beberapa penawaran yang menimbulkan “kesalahpahaman” tentang penggunaan data pelanggan mereka​.

Di Eropa, Temu harus mematuhi aturan ketat dari Digital Services Act (DSA) yang mengharuskan transparansi dalam penggunaan algoritma dan alat rekomendasi mereka. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa platform seperti Temu beroperasi dengan cara yang adil dan tidak merugikan konsumen melalui praktik manipulatif atau tidak transparan​.

Tantangan bagi Pasar Lokal di Indonesia

Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyatakan bahwa ekspansi aplikasi Temu dapat mengganggu pasar produk lokal dan mengancam banyak rantai distribusi serta lapangan kerja di sektor UMKM.

Temu menawarkan produk dengan harga yang sangat kompetitif, yang sering kali lebih rendah dibandingkan dengan produk lokal. Hal ini dapat mengurangi daya saing produk UMKM di pasar domestik​.

Teten Masduki juga menyoroti bahwa model bisnis factory to consumer (F2C) yang diusung oleh aplikasi belanja online Temu tidak sesuai dengan kebijakan di Indonesia. Menurutnya, model bisnis ini bertentangan dengan PP 29 Tahun 2021 yang mengharuskan adanya perantara atau distributor dalam setiap kegiatan dari pabrik ke konsumen. Oleh karena itu, penjualan langsung dari pabrik ke konsumen tidak diizinkan di Indonesia.

Pemantauan Intens oleh Kemendag

Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan terus memantau aplikasi tersebut secara intens. Kemendag telah memastikan bahwa hingga kini Temu belum memiliki izin operasi di Indonesia.

Aplikasi Temu juga dibahas oleh Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, dalam rapat kerja dengan DPR RI Komisi VI. Menurut Teten, metode penjualan F2C yang digunakan Temu dapat berdampak buruk pada UMKM dan lapangan pekerjaan di Indonesia jika aplikasi ini diizinkan beroperasi di Indonesia. Saat ini, aplikasi Temu telah beroperasi di 58 negara, dan ekspansinya ke Indonesia dapat memperburuk situasi bagi pelaku UMKM lokal.

Dengan adanya berbagai penilaian dan regulasi yang ada, masuknya aplikasi Temu ke Indonesia dianggap berpotensi sebagai ancaman serius bagi UMKM dan pasar lokal. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memantau dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi ekonomi lokal dari dampak negatif ekspansi e-commerce asing seperti Temu.

Tag Berita

Share berita ini di kanal anda melalui:

WhatsApp
Email
Facebook
X

Artikel terkait