Tantangan Sertifikasi ISPO bagi Produsen Sawit Indonesia

Jakarta, Sawit Indonesia — Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) masih dianggap menjadi beban bagi produsen sawit dalam negeri, baik itu perusahaan besar maupun petani kecil.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menyebutkan hingga saat ini luas lahan yang telah bersertifikat ISPO mencapai 4,21 juta hektare dengan 786 sertifikat, yang terdiri dari 3,94 juta hektare milik perusahaan dan 270.809,15 hektare milik perkebunan rakyat.

Menurut Eddy, ada enam faktor utama yang menyebabkan rendahnya tingkat sertifikasi ISPO di perkebunan rakyat. Pertama, biaya sertifikasi yang tinggi menjadi kendala utama. Kedua, banyak kebun sawit yang tumpang tindih dengan kawasan hutan. Ketiga, Penilaian Usaha Perkebunan (PUP) yang menjadi salah satu syarat sertifikasi tidak tersedia di semua daerah karena alokasi pendanaan dari pemerintah daerah tidak mencukupi.

“Selain itu, pengurusan perizinan lingkungan seperti izin line aplikasi (LA), TPS Limbah B3, dan pembuangan limbah cair memerlukan waktu lama dan biaya yang beragam,” ujar Eddy dalam acara Diskusi Publik Pencegahan Maladministrasi dalam Layanan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit yang diselenggarakan di gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, pada Senin (27/5).

Keempat, untuk meningkatkan penerimaan ISPO di pasar global, dilakukan penyempurnaan Perpres ISPO No.44/2022 dengan menambahkan sertifikasi hilir untuk produk akhir dan bioenergi. Namun, proses penyempurnaan ini sudah berlangsung hampir dua tahun dan belum selesai.

Kelima, sekretariat ISPO yang bertugas mendukung Komite ISPO dalam penyusunan kebijakan dan evaluasi pelaksanaan sertifikasi dinilai belum berjalan efektif karena tidak didukung pendanaan yang memadai.

“Masalah utama adalah kebutuhan dana untuk ISPO, terutama bagi petani kecil. Selain itu, Sekretariat ISPO juga tidak memiliki dana yang cukup. Kita memerlukan tata kelola yang baik agar tidak membingungkan pelaku usaha,” jelas Eddy.

Perwakilan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Laila Harsyah, menyatakan bahwa pihaknya sedang merancang penyempurnaan regulasi ISPO. “Kami juga akan mengelola ketertelusuran keberlanjutan produk sawit industri hilir dan rantai pasoknya dalam rancangan pengganti Perpres 44/2020. Kami berharap regulasi ini dapat diterbitkan dalam waktu dekat,” kata Laila.

Rancangan ini akan berupa platform digital yang melacak proses dari Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku hingga produk akhir untuk mendapatkan sertifikasi ISPO. “Kami bekerja membentuk sistem informasi berkelanjutan untuk mendukung keberlanjutan dalam industri sawit nasional,” tutupnya.

Sumber: Gapki.id

Tag Berita

Share berita ini di kanal anda melalui:

WhatsApp
Email
Facebook
X

Artikel terkait